Transformasi Sistem Informasi Digital Dalam Bisnis: Dilema Antara Kemudahan dan Dampak Sosial-Ekonomi

Transformasi Sistem Informasi Digital Dalam Bisnis: Dilema Antara Kemudahan dan Dampak Sosial-Ekonomi

“Clearly, the thing that’s transforming is not the technology — it’s the technology that is transforming you.” — Jeanne W. Ross of MIT Sloan’s Center for Information Systems Research

Dalam era revolusi digital yang semakin membumi, transformasi sistem informasi telah menjadi katalisator utama dalam perubahan lanskap bisnis global. Kemajuan teknologi dan fenomena transformasi digital menciptakan pergeseran fundamental dalam paradigma masyarakat, terutama didorong oleh generasi digital yang menjadikan teknologi digital sebagai bagian integral dari budaya dan kehidupan sehari-hari. Digitalisasi sendiri merupakan proses konversi dari analog ke digital dengan menggunakan teknologi dan data digital dengan sistem pengoprasian otomatis dan sistem terkomputerisasi. Muhasim berpendapat bahwa perkembangan teknologi digital merupakan hasil rekayasa akal, pikiran, dan kecerdasan manusia yang tercermin dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Selanjutnya memberikan manfaat dalam segala aspek kehidupan manusia (2017). Sebagaimana diutarakan oleh Schwertner (2017), transformasi digital dalam bisnis tidak hanya mencakup implementasi teknologi untuk membangun model bisnis, proses, perangkat lunak, dan sistem baru, tetapi juga berfokus pada penciptaan pendapatan yang lebih menguntungkan, peningkatan keunggulan kompetitif, dan efisiensi yang lebih tinggi.

Perkembangan zaman ke era digital membawa manfaat bagi kehidupan manusia diantaranya membantu pekerjaan dalam membuat, mengubah, menyimpan, menyampaikan informasi dan menyebarluaskan informasi secara cepat, berkualitas, dan efisien. Menurut Fernanda (2021), manfaat dari teknologi digitalisasi Sektor perdagangan dan bisnis dinilai sangatlah penting untuk meminimalkan biaya operasional dan untuk menjangkau konsumen lebih banyak. Dengan memanfaatkan platform yang telah tersedia seperti toko online (e-commerce), para pelaku usaha dapat menjangkau konsumen yang lebih banyak dari berbagai wilayah dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

 

“Every industry and every organization will have to transform itself in the next few years. What is coming at us is bigger than the original internet, and you need to understand it, get on board with it, and figure out how to transform your business.” — Tim O’Reilly, Founder & CEO of O’Reilly Media

Munculnya sistem informasi digital membawa kemudahan yang tak terbantahkan, mengubah lanskap bisnis secara radikal. Pendekatan instan, efisiensi, dan kenyamanan menjadi tidak terelakkan dalam ekosistem bisnis yang terus berkembang. Namun, dibalik gemerlapnya inovasi ini, timbul pula dilema yang tak dapat diabaikan. Perkembangan sistem informasi yang semakin maju membawa dampak pro dan kontra terhadap pekerjaan dan berbagai sektor. Di satu sisi, kehadiran teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi operasional suatu bisnis, memberikan kemudahan akses informasi dan layanan, serta merangsang inovasi. Contohnya adalah kemudahan pembelian tiket bioskop melalui smartphone tanpa harus mengunjungi lokasi fisik bioskop. Di sisi lain, kemajuan ini juga membawa konsekuensi seperti potensi pengurangan pekerjaan, terutama di sektor pekerjaan yang dapat diotomatisasi.

Pengurangan pekerjaan dapat menimbulkan tantangan dalam pasar tenaga kerja, menciptakan kesenjangan keahlian dan meningkatkan tingkat pengangguran. Dalam dilema transformasi sistem informasi digital ini, perusahaan dan pemerintah memiliki peran penting dalam memberdayakan pekerjaan baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Pemberdayaan ini dapat membantu mengimbangi dampak negatif, memastikan bahwa kehadiran sistem informasi tidak hanya memberikan manfaat bagi efisiensi bisnis, tetapi juga memberikan peluang baru bagi pekerjaan yang relevan dengan pengembangan, pemeliharaan, dan manajemen sistem informasi.

Alienasi Sosial: Menjelajahi Dampak Isolasi Diri di Era Teknologi

Alienasi Sosial: Menjelajahi Dampak Isolasi Diri di Era Teknologi

“The less you eat, drink, buy books, go to the theatre or to balls, or to the pub, and the less you think, love, theorize, sing, paint, fence, etc., the more you will be able to save and the greater will become your treasure which neither moths nor rust will devour – your capital. The less you are, the less you express your own life, the more you have, the greater is your alienated life and the greater is the saving of your alienated being.” – Karl Max, “Economic and Philosophic Manuscripts” of 1844

Di tengah kemajuan teknologi, manusia menyaksikan transformasi lanskap sosial yang tak terhindarkan. Di Indonesia sendiri telah mengalami perkembangan teknologi yang begitu pesat sehingga telah mengubah secara mendasar cara berinteraksi, berkomunikasi, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat Indonesia berkomunikasi, berinteraksi, dan mengakses informasi. Dari perkembangan infrastruktur telekomunikasi hingga meledaknya penggunaan perangkat seluler dan internet, teknologi telah menjadi komponen penting dalam setiap aspek kehidupan. Smartphone, media sosial, platform pesan instan, dan berbagai aplikasi telah menjadi teman sehari-hari yang tak terpisahkan bagi banyak orang (Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian Provinsi Sulawesi Selatan, 2021). Mengingat kompleksitas dampak teknologi, terdapat dampak positif dan negatif dari teknologi ini, serta mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan seperti literasi digital dan etika penggunaan teknologi. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan ini, terdapat langkah-langkah yang tepat untuk memaksimalkan manfaat dari perkembangan teknologi sambil meminimalkan risikonya (Anggraeni, Herdiani, Rustini, & Arifin, 2022).

Salah satu fenomena yang semakin merayap dalam kehidupan sehari-hari antara teknologi dan interaksi sosial adalah alienasi sosial, sebuah konsep yang memegang peran krusial dalam memahami dampak isolasi diri di era teknologi. Alienasi sosial adalah masalah kompleks dan multifaktorial yang perlu dipertimbangkan dalam konteks evolusi teknologi dan lingkungan sosial. Secara umum, alienasi dapat diartikan sebagai perasaan tidak memiliki ikatan atau koneksi yang kuat dengan orang lain atau lingkugan di sekitar. Beberapa dikutip dari para ahli menyebutkan alienasi atau keterasingan pada dasarnya merujuk pada suatu kondisi ketika manusia dijauhkan atau menjauhkan diri dari sesuatu, sesama manusia, alam, budaya, tuhan, atau bahkan dirinya sendiri. Istilah ini berasal dari kata Latin alienatio yang diderivasi dari kata kerja alienare yang berarti menjadikan sesuatu milik orang lain (Schacht, 2005) Alienasi juga sebagai konsep proses sosial biasanya dilekatkan pada aktivitas- aktivitas negatif seperti kejahatan, alkoholisme, prasangka sosial, keresahan, kenakalan remaja, penyakit jiwa, dan lain sebaginya (Paramitta, dkk, 2012). Dalam konteks teknologi digital, alienasi dapat muncul ketika semakin terhubung dengan perangkat elektronik dan kurang berinteraksi secara langsung dengan dunia nyata.

Di balik gemerlapnya inovasi teknologi, terdapat dampak yang tak dapat diabaikan. Alienasi sosial, sebagai manifestasi dari kurangnya keterlibatan langsung dengan lingkungan sekitar, menjadi tantangan nyata dalam menjaga keseimbangan kehidupan sosial. Ketika individu lebih terpaku pada layar perangkat elektroniknya, terjadi ketidakseimbangan dalam membangun hubungan antarpribadi di mana individu cenderung menjauh dari hubungan interpersonal yang nyata dan lebih memilih kenyamanan interaksi melalui layar. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga memainkan peran dalam mengubah dinamika sosial. Infrastruktur telekomunikasi yang terus berkembang telah membawa masyarakat lebih dekat dengan akses informasi, namun pada saat yang sama, memberikan celah untuk kesenjangan antara dunia maya dan dunia nyata. Smartphone yang menyertainya, media sosial yang membanjiri interaksi online, dan berbagai aplikasi telah menjadi mediator utama dalam menyusun pola hidup modern. Perubahan ini tercermin dalam cara masyarakat Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, mengalami transformasi dalam bentuk interaksi sosial. Pergeseran dari komunikasi langsung ke interaksi virtual, meskipun memberikan kemudahan dalam menghubungkan orang jarak jauh, dapat memicu isolasi sosial di antara individu-individu yang berbagi ruang fisik yang sama. Ketika perbincangan di meja makan digantikan oleh kecanggihan perangkat di tangan, kita menjadi rentan terhadap alienasi yang tumbuh tanpa disadari.

“People talk of “social outcasts.” The words apparently denote the miserable losers of the world, the vicious ones, but I feel as though I have been a “social outcast” from the moment I was born. If ever I meet someone society has designated as an outcast, I invariably feel affection for him, an emotion which carries me away in melting tenderness.”- Osamu Dazai, No Longer Human

Untuk mengatasi tantangan alienasi sosial yang muncul dalam era teknologi, langkah-langkah perlu diambil guna membangun kembali keterlibatan sosial dan keseimbangan antara interaksi online dan kehidupan nyata. Pertama, edukasi tentang literasi digital perlu ditingkatkan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di lingkungan pendidikan. Pemahaman yang lebih baik tentang cara menggunakan teknologi secara bijak dapat membantu individu memahami dampaknya terhadap kesejahteraan sosial dan psikologis. Selain itu, perlu diterapkan kesadaran individu untuk kembali interaksi langsung di dunia nyata. Kegiatan komunitas, pertemuan sosial, dan proyek bersama dapat menjadi sarana untuk memperkuat hubungan interpersonal. Pemerintah dan lembaga terkait juga memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung keseimbangan antara teknologi dan interaksi sosial. Pendidikan mengenai dampak sosial teknologi dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah, sementara regulasi terkait penggunaan teknologi di tempat umum dapat diimplementasikan untuk mendorong interaksi langsung.

Melalui pemahaman yang lebih mendalam, kesadaran akan dampak alienasi sosial di era teknologi, dan implementasi solusi-solusi tersebut, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan keterhubungan dengan sesama dan dunia nyata.