
Sistem ranking di sekolah menimbulkan polemik, ibarat disatu sisi siswa mendapatkan apresiasi dan motivasi atas nilai tinggi yang diperoleh namun pada tingkat karakter individu tentu akan menanamkan mental egoisme tanpa syarat. Namun, di sisi lain, siswa yang meraih nilai rendah akan merasa rendah diri dan mungkin merasa tidak dihargai, yang dapat memengaruhi motivasi dan kepercayaan diri mereka. Selain itu, fokus utama permasalahannya ialah sistem ranking terkadang dapat memunculkan persaingan yang berlebihan di antara siswa, yang mungkin mengakibatkan kerja sama yang buruk dan kurangnya rasa persaudaraan di antara mereka. Apabila tetap dipertahankan maka mental anak sekolah akan terbawa ke dunia kerja, dimana semua orang yang unggul dianggap kompetitor karena adanya sistem ranking. Lantas, bagaimana mau mewujudkan budaya kolaborasi?
“Sekolah ≠ Kerja”
“Bersaing lah dengan cara sehat dan profesional”
Bahkan seharusnya mentalitas dan mindset ini sudah pudar dari perkuliahan jenjang S1 karena adanya sistem IPK atau GPA. Therefore, it’s strange that people still compete in unhealthy way at workplace.
Perlu diingat, bahwa sejak menempuh jenjang perkuliahan kita sudah ditanamkan paham individualis. Berjuang secara mandiri untuk mendapatkan hasil yang diinginkan semua tergantung usaha, doa dan keberuntungan masing-masing pribadi. Namun, dalam kehidupan nyata, kesuksesan seringkali tidak dapat dicapai melalui usaha mandiri semata. Banyak faktor lain seperti dukungan keluarga, lingkungan yang mendukung, dan jaringan sosial yang kuat juga berperan penting dalam mencapai kesuksesan. Oleh karena itu, selain memperkuat kemampuan individual, kita juga perlu belajar bekerja sama dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian, kita dapat memperluas peluang dan memaksimalkan potensi kita untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar.
Selain itu, konsep “kolaborasi” dan “kohesivitas” pada dunia kerja perlu dioptimalkan sebagai solusi. Dikarenakan pertukaran ilmu maupun pengalaman pada setiap individu memerlukan interaksi antar kelompok, sehingga mampu meminimalisir iklim kompetitif organisasi yang negatif.
Tapi sudut pandang terbaik saat melihat orang yang “berprestasi” adalah merendah. Mari kita telusuri faktor keberhasilan orang tersebut. Learn by ourselves. Ciptakan caramu sendiri. Let’s support each other. Mari ciptakan lingkungan kerja yang harmonis.